BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok sistem kardiovaskuler merupakan blok
yang mempelajari definisi,
struktur anatomi, histologi,
fisiologi sistem kardiovaskuler, patofisiologi, pendekatan
diagnosis (anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang
dasar rutin, pemeriksaan
penunjang penapis/screening,
pemeriksaan penunjang lanjutan) dan penatalaksanaan berbagai penyakit sistem kardiovaskuler beserta permasalahan di dalam
komunitas serta prinsip-prinsip hukum dan etikanya.
Pada makalah ini,penulis akan dibahas tentang salah satu
penyakit kardiovaskuler yaitu Infark
Miokard Akut. Infark Miokard Akut terjadi
karena kematian otot jantung
akibat penyumbatan mendadak dari arteri
koronaria oleh gumpalan darah. Arteri koroner adalah pembuluh darah
yang memasok kebutuhan oksigen dan zat
nutrisi bagi otot jantung. Penyakit ini
dapat ditimbulkan oleh suatu faktor pencetus misalnya, kerja fisik,
stress emosional, dan penyakit medis
lain. Infark Miokard Akut penting
untuk dibahas karena menimbulkan
mortalitas dan morbiditas yang tinggi dan memerlukan penanganan segera.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Infark Miokard Akut
1.2.2 Bagaimana patofisiologi dari IMA
1.2.3 Apa faktor resiko yang dapat dialami penderita IMA
1.2.4 Bagaimana gejala klinis dari IMA
1.2.5 Bagaimana komplikasi yang dapat terjadi
1.2.6 Apa diagnosa keperawatan untuk pasien penderita IMA
1.2.7 Bagaimana riwayat keperawatan dan pengkajian fisik penderita
IMA
Tes Diagnostik
Prognosis
1.2.10 Jelaskan diagnosa asuhan keperawatan IMA
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat Penulisan
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Infark
Miokard Akut
Infark Miokard Akut adalah oklusi koroner akut disertai iskemia
yang berkepanjangan yang pada akhirnya
menyebabkan kerusakan sel dan kematian
(infark) miokard. Iskemia sendiri merupakan suatu keadaan transisi
dan reversible pada miokard akibat
ketidakseimbangan antara pasokan dan ke
butuhan miokard yang menyebabkan hipoksia miokard.
Infark miokard mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat
suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran daerah koroner kurang (Smeltzer
& Bare, 2000). Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran
darah ke otot jantung terganggu (Suyono, 2001).
2.2
Etiologi
IMA terjadi jika suplai
oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik
sehingga menyebabkab kematian sel-sel jantung tersebut. Beberapa hal yang
menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:
2.2.1 Berkurangnya
suplai oksigen ke miokard.
Menurunya suplai oksigen disebabkan oleh tiga factor, antara lain:
a. Faktor pembuluh
darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah
sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu
kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis.
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang
tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan
dengan beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b)
stress emosional atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d)
merokok.
b. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah
dari jantung keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini
tidak akan lepas dari factor pemompaan dan volume darah yang dipompakan.
Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi.
Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup
jantung (aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardac
out put (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan
bebarapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal
ini otot jantung.
c. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian
tubuh. Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh
darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal
yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia,
hipoksemia, dan polisitemia.
2.2.2 Meningkatnya
kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya
kebutuhan oksigen mampu dikompensasi diantaranya dengan meningkatkan denyut
jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap
penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat
kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen
tidak bertambah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya
kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih,
emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu
terjadinya infark karea semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen,
sedangkan asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak
efektive.
2.3 Patofisiologi
IMA terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung
cukup lama yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan
seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang terkena infark akan
berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan
oleh penyakit arteri koroner/coronary
artery disease (CAD).
Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa tahun di dalam
lumen arteri koronaria (arteri yang
mensuplay darah dan oksigen pada jantung). Plaque dapat
rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar,
maka bisa menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri
koroner.
Terbendungnya aliran darah menghambat darah
yang kaya oksigen mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri
tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak
ditangani dengan cepat, otot jantung ang rusak itu akan mulai mati.
Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan
oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner
normal (5%). Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam beberapa
kasus ini. Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain:
mengkonsumsi obat-obatan tertentu; stress emosional; merokok; dan paparan
suhu dingin yang ekstrim
Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa
menimbulkan infark jika terlambat dalam penangananya.
Letak infark ditentukan juga oleh letak
sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri
koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri
bercabang menjadi dua yaitu Desenden Anterior dan arteri sirkumpeks kiri.
Arteri koronaria Desenden Anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding
ke arah afeks jantung. Bagian ini menyuplai aliran dua pertiga dari septum
intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan ventrikel kiri anterior.
Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari
koroner kiri kearah dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang
disuplai meliputi atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum
intraventrikel posterior. Selanjutnya
arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri pulmonal kearah
dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian jantung yang disuplai
meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus AV, septum
interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan
diafragmatik ventrikel kiri.
Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui
jika infark anterior kemungkinan disebabkan gangguan pada cabang desenden
anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada arteri
koroner kanan. Berdasarkan
ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark bisa dibedakan menjadi
infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom
disebut infark transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam
saja disebut infark subendokardial.
Infark miokardium akan mengurangi fungsi
ventrikel karena otot yang nekrosis akan kehilangan daya kotraksinya begitupun
otot yang mengalami iskemi (disekeliling daerah infark). Secara fungsional
infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut:
·
Daya kontraksi menurun
·
Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena
infark akan menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi)
·
Perubahan daya kembang dinding ventrikel
·
Penurunan volume sekuncup.
·
Penurunan fraksi ejeksi
Gangguan
fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah ini:
·
Ukuran infark à jika mencapai 40% bisa
menyebabkan syok kardiogenik
·
Lokasi Infark àdinding anterior mengurangi fungsi
mekanik jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior.
·
Sirkulasi kolateral à berkembang sebagai respon
terhadap iskemi kronik dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah
yang menuju miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka
gangguan yang terjadi minimal.
·
Mekanisme kompensasi à bertujuan untuk
mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa
ketika mekanisme kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik.
2.4
Faktor Resiko
Secara garis besar terdapat dua jenis factor
resiko bagi setiap orang untuk terkena IMA, yaitu factor resiko yang bisa
dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa dimodifikasi.
a. Faktor
Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang bisa
dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang
termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
·
Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini
antara lain: menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi;
peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan
oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20
batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali
disbanding yang tidak merokok.
·
Konsumsi
alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek
protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan
trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL
dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial
Tidak semua literature mendukung
konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan
mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati
dilatasi.
·
Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme
gram negative intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran perafasan,
tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik
·
Hipertensi
sistemik.
Hipertens sistemik menyebabkan
meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan meningkan beban kerja
jantung. Kondisi seperti ini akan memicu
hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after
load yang pada akhirnya meningkatan
kebutuhan oksigen jantung.
·
Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara
berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak
tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.
·
Kurang
olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan
menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
·
Penyakit
Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung
koroner pada pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang
biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid,
obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat
adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).
b. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor
resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
·
Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45
tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya setelah menopause)
·
Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung
koroner (PJK)pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan,
hal ini berkaitan dengan estrogen endogn yang bersifat protective pada
perempuan.
Hal ini terbukti insidensi PJK
meningkat dengan cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa
menopause
·
Riwayat
Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang
mengalami PJK sebelm usia 70 tahun
merupakan factor resiko independent
untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi
genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga
mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat
·
RAS
Insidensi kematian akiat PJK pada
orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk
local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia.
·
Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih
tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara dan dapat
merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi,
dan kehidupan urban.
·
Tipe
kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat
agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang
marah sangat rentan untuk terkena PJK.
Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
·
Kelas social
Tingkat kematian
akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih
dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (missal dokter, pengacara dll). Selain
itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami
kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual.
2.5
Gejala Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal,
seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat.
Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke
punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan
tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien
diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai
perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau
sinkope. Pasien sering tampak ketakutan. Walaupun IMA dapat merupakan
manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun bila anamnesis dilakukan
teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina,
perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang
spesifik dan dapat normal. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan
paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada
kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang
tampak atau berada di dinding dada pada IMA inferior.
2.6
Komplikasi
·
Aritmia
·
Bradikardia
sinus
·
Irama nodal
·
Gangguan
hantaran atrioventrikular
·
Gangguan
hantaran intraventrikel
·
Asistolik
·
Takikardia
sinus
·
Kontraksi
atrium prematur
·
Takikardia
supraventrikel
·
Flutter
atrium
·
Fibrilasi
atrium
·
Takikardia
atrium multifokal
·
Kontraksi
prematur ventrikel
·
Takikardia
ventrikel
·
Takikardia
idioventrikel
·
Flutter dan
Fibrilasi ventrikel
·
Renjatan
kardiogenik
·
Tromboembolisme
·
Perikarditis
·
Aneurisme
ventrikel
·
Regurgitasi
mitral akut
·
Ruptur
jantung dan septum
2.7
Prognosis
Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara
praktis dapat diambil pegangan 3 faktor penting yaitu:
1. Potensial terjadinya aritmia yang gawat
(aritmia ventrikel dll)
2. Potensial serangan iskemia lebih lanjut.
3. Potensial pemburukan gangguan
hemodinamik lebih lanjut (bergantung terutama pada luas daerah infark).
2.8 Penanganan
Tujuan dari penanganan pada infark
miokard adalah menghentikan perkembangan serangan jantung, menurunkan beban
kerja jantung (memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan mencegah komplikasi
lebih lanjut.
Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan AMI:
· Berikan
oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang melimpah
untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan
5-6 L /menit melalu binasal kanul.
·
Pasang
monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam
jam-jam pertama pasca serangan.
·
Pasien
dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah
kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan
jantung berarti memberikan kesempatan kepada sel-selnya untuk memulihkan diri.
·
Pemasangan IV line untuk
memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi yang diperlukan. Pada awal-awal
serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupa nutrisi lewat mulut
karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa membebani
jantung.
·
Pasien yang dicurigai atau
dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan aspirin (antiplatelet)
untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang elergi
terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel.
·
Nitroglycerin dapat diberikan
untuk menurunkan beban kerja jantung dan memperbaiki aliran darah yang
melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat membedakan apakah ia Infark
atau Angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang dengan pemberian
nitrogliserin.
·
Morphin merupakan antinyeri
narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi aktivitas pernafasan,
sehingga tdak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat gangguan pernafasan.
Sebagai gantinya maka digunakan petidin
Pada prinsipnya jika mendapatkan korban yang dicurigai mendapatkan
serangan jantung, segera hubungi 118 untuk mendapatkan pertolongan segera.
Karena terlambat 1-2 menit saa nyawa korban mungkin tidak terselamatkan lagi.
2.8.1 Obat-obatan yang
digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya:
·
Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki
kembali airan darah pembuluh darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah
kerusakan miokard lebih lanjut.
Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan
bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling efektive pemberiannya
adalah 1 jam stelah timbul gejal pertama dan tidak boleh lebih dari 12 am pasca
serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun.
Contohnya adalah streptokinase
·
Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja
jantung. Bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan
dan juga mencegah serangan jantung tambahan. Beta bloker juga bisa
digunakan untuk memperbaiki aritmia.
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol,
dan acebutol) dan non-cardioselective (propanolol,
pindolol, dan nadolol)
·
Angiotensin-Converting Enzyme
(ACE) Inhibitors
Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan
mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk
memperlambat kelemahan pada otot jantung.
Misalnya captropil
·
Obat-obatan antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan
mencegah pembentukan bekuan darah pada arteri.
Missal: heparin dan enoksaparin.
·
Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan
clopidogrel) menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang tidak
diinginkan.
Jika obat-obatan tidak mampu
menangani/menghentikan serangan jantung., maka dpat dilakukan tindakan medis,
yaitu antara lain:
a. Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan
dengan membuka arteri koroner yang tersumbat oleh bekuan darah. Selama
angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya dimasukan melalui pembuluh darah
menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian balon dikembangkan untuk
mendorong plaq melawan dinding arteri. Melebarnya bagian dalam arteri
akan mengembalikan aliran darah.
Pada angioplasti, dapat diletakan tabung
kecil (stent) dalam arteri yang tersumbat sehingga menjaganya tetap
terbuka. Beberapa stent biasanya dilapisi obat-obatan yang mencegah terjadinya
bendungan ulang pada arteri.
b. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri
atau vena diambil dari bagian tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk
jalan pintas melewati arteri koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan
baru untuk aliran darah yang menuju sel-sel otot jantung.
Setelah pasien kembali ke
rumah maka penanganan tidak berhenti, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
l Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik berupa obat-obatan
maupn mengikuti program rehabilitasi.
l Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk
menurunkan kemungkinan kekambuhan, misalnya antara lain: menghindari merokok,
menurunkan BB, merubah dit, dan meningatkan aktivitas fisik.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN INFARK
MIOKARD AKUT
3.1 Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000)
riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
3.1.1 Aktivitas/istirahat:
·
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat
tidur
Riwayat pola hidup menetap, jadual
olahraga tak teratur
·
Tanda:
-Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja
3.1.2 Sirkulasi:
·
Gejala:
- Riwayat IM sebelumnya, penyakit
arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
·
Tanda:
TD dapat normal atau naik/turun; perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri. Nadi dapat normal; penuh/tak
kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur
(disritmia) mungkin terjadi.
3.1.3 Integritas ego:
·
Gejala:
-
Menyangkal
gejala penting.
-
Takut mati,
perasaan ajal sudah dekat
-
Marah pada
penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’
-
Kuatir
tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
·
Tanda:
-
Menolak,
menyangkal, cemas, kurang kontak mata
-
Gelisah,
marah, perilaku menyerang
-
Fokus pada
diri sendiri/nyeri.
3.1.4 Eliminasi:
·
Tanda:
-
Bunyi usus
normal atau menurun
3.1.5
Makanan/cairan:
·
Gejala:
-
Mual,
kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
·
Tanda:
-
Penurunan
turgor kulit, kulit kering/berkeringat
-
Muntah,
-
Perubahan
berat badan
3.1.6 Hygiene:
·
Gejala/tanda:
-
Kesulitan
melakukan perawatan diri.
3.1.7 Neurosensori:
·
Gejala:
-
Pusing,
kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
·
Tanda:
-
Perubahan
mental
-
Kelemahan
3.1.8 Nyeri/ketidaknyamanan:
·
Gejala:
-
Nyeri dada
yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin.
-
Lokasi nyeri
tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan,
rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
-
Kualitas
nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
-
Instensitas
nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang
pernah dialami.
·
Catatan:
nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan
lansia.
·
Tanda:
-
Wajah
meringis, perubahan postur tubuh.
-
Menangis,
merintih, meregang, menggeliat.
-
Menarik diri,
kehilangan kontak mata
-
Respon
otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna
kulit/kelembaban, kesadaran.
3.1.9 Pernapasan:
·
Gejala:
-
Dispnea
dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
-
Batuk
produktif/tidak produktif
-
Riwayat
merokok, penyakit pernapasan kronis
·
Tanda:
-
Peningkatan
frekuensi pernapasan
-
Pucat/sianosis
-
Bunyi napas
bersih atau krekels, wheezing
-
Sputum
bersih, merah muda kental
3.1.10 Interaksi sosial:
·
Gejala:
-
Stress saat
ini (kerja, keuangan, keluarga)
-
Kesulitan
koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
·
Tanda:
-
Kesulitan
istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
-
Menarik diri
dari keluarga
3.1.11
Penyuluhan/pembelajaran:
·
Gejala:
-
Riwayat
keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer
-
Riwayat
penggunaan tembakau
3.2
Tes
Diagnostik
Jenis Pemeriksaan
|
Interpretasi Hasil
|
EKG
Laboratorium:
Enzim/Isoenzim
Jantung
Radiologi
Ekokardiografi
Radioisotop
|
Masa
setelah serangan:
Beberapa
jam: variasi normal, perubahan tidak khas sampai adanya Q patologis dan
elevasi segmen ST.
Sehari/kurang
seminggu: inversi gelombang T dan elvasi ST berkurang
Seminggu/beberapa
bulan: gelombang Q menetap
Setahun:
pada 10% kasus dapat kembali normal.
Peningkatan kadar enzim (kreatin-fosfokinase
atau aspartat amino transferase/SGOT, laktat dehidrogenase/-HBDH) atau
isoenzim (CPK-MB)merupakan indikator spesifik IMA.
Tidak banyak membantu diagnosis IMA tetapi
berguna untuk mendeteksi adanya bendungan paru (gagal jantung), kadang dapat
ditemukan kardiomegali.
Dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang
rusak dan penebalan sistolik dinding jantung yang menurun. Dapat mendeteksi
daerah dan luasnya kerusakan miokard, adanya penyulit seperti anerisma
ventrikel, trombus, ruptur muskulus papilaris atau korda tendinea, ruptur
septum, tamponade akibat ruptur jantung, pseudoaneurisma jantung.
Berguna bila hasil pemeriksaan lain masih
meragukan adanya IMA.
|
3.3 Diagnosa Keperawatan
3.3.2 Intoleransi
aktivitas berdasarkan
ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3.3.5 (Risiko
tinggi) Perubahan perfusi jaringan berdasarkan penurunan/sumbatan aliran darah
koroner.
3.4 Intervensi Keperawatan
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat
setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang
tulus kepada klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan,
distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
- Antiangina seperti nitogliserin
(Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
- Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken),
propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
- Penyekat saluran
kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
|
Nyeri adalah pengalaman subyektif yang
tampil dalam variasi respon verbal non verbal yang juga bersifat individual
sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.
Menurunkan rangsang eksternal yang dapat
memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri
dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
Nitrat mengontrol nyeri melalui efek
vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui
efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang
buruk)
Morfin atau narkotik lain dapat dipakai
untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak
dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
Bekerja melalui efek
vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral,
menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya
bekerja sebagai antiaritmia.
|
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
Pantau
HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai
indikasi.
Tingkatkan
istirahat, batasi aktivitas
Anjurkan
klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
Batasi
pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
Bantu
aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas
bertahap.
Kolaborasi
pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
|
Menentukan respon klien
terhadap aktivitas.
Menurunkan kerja
miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
Manuver Valsava seperti
menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan
bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia
dan peningkatan tekanan darah.
Keterlibatan dalam
pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting
dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
Mencegah aktivitas
berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
Menggalang
kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.
|
3.4.3 Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan
kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.
Pantau
respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
2.
Dorong
klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis
yang dialaminya.
3.
Orientasikan
klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan.
4.
Kolaborasi
pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi
(Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).
|
Klien mungkin tidak
menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai dari
perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya kegelisahan,
kemarahan, penolakan dan sebagainya.
Respon klien terhadap
situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman kematian,
cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial dan
sebagainya.
Informasi yang tepat
tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing
terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima
situasi yang terjadi.
Meningkatkan
relaksasi dan menurunkan kecemasan.
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan
berdiri (bila memungkinkan)
2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
3. Auskultasi bunyi napas.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan
mudah dikunyah.
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai
kebutuhan klien
6. Pertahankan patensi
IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.
7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan.
|
Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat
dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya,
hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas,
peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi
ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung
ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat.
S3 dihubungkan
dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang
disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia,
kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah
normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum atau
vibrasi otot papilar.
Krekels
menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi
miokard.
Makan dalam
volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang vagal
yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
Meningkatkan
suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
Jalur IV yang
paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri
dada berulang.
Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase
akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem
konduksi.
|
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Pantau perubahan
kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah,
syok.
2. Pantau tanda-tanda
sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
3. Pantau fungsi
pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)
4. Pantau fungsi
gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi
abdomen dan konstipasi)
5. Pantau asupan
caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.
6. Kolaborasi
pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian
agen
terapeutik yang
diperlukan:
- Hepari / Natrium
Warfarin (Couma-din)
- Simetidin (Tagamet),
Ranitidin (Zantac), Antasida.
- Trombolitik (t-PA,
Streptokinase)
|
Perfusi serebral
sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar elektrolit dan variasi
asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
Penurunan curah
jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh penurunan
perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
Kegagalan pompa
jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu dispnea
tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi tromboemboli paru.
Penurunan
sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal
Asupan cairan
yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang berdampak negatif
terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine merupakan
indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.
Penting sebagai
indikator perfusi/fungsi organ.
Heparin dosis
rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara profilaksis pada klien yang
berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau
riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan antikoagulan jangka panjang.
Menurunkan/menetralkan
asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster khususnya karena
adanya penurunan sirkulasi mukosa.
Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam
6 jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi
miokard.
|
3.4.6 (Risiko tinggi)
Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan
natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein
plasma.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
3. Hitung keseimbangan cairan dan
timbang berat badan setiap hari bila tidak kontraindikasi.
4. Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas
toleransi kardiovaskuler.
5. Kolaborasi pemberian diet rendah
natrium.
6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia
indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/
Hidronolak-ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
|
Indikasi terjadinya
edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
Dicurigai adanya GJK
atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
Penurunan curah jantung
mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan
haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang ditunjang gejala lain
(peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume cairan/gagal
jantung.
Memenuhi kebutuhan
cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan adanya dekompensasi
jantung.
Natrium mengakibatkan
retensi cairan sehingga harus dibatasi.
Diuretik mungkin
diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.
Hipokalemia
dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.
|
INTERVENSI
KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang
terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.
2. Berikan informasi dalam berbagai
variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet instruksi ringkas,
aktivitas kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang
faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan
perhatian cepat/darurat.
4. Peringatkan untuk menghindari
aktivitas isometrik, manuver Valsava dan aktivitas yang memerlukan tangan
diposisikan di atas kepala.
5. Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri,
jalan, kerja ringan, kerja sedang)
|
Proses pembelajaran sangat dipengaruhi
oleh kesiapan fisik dan mental klien.
Meningkatkan penyerapan materi
pembelajaran.
Memberikan informasi terlalu luas tidak
lebih bermanfaat daripada penjelasan ringkas dengan penekanan pada hal-hal
penting yang signifikan bagi kesehatan klien.
Aktivitas ini sangat meningkatkan beban
kerja miokard dan meningkatkan kebutuhan oksigen serta dapat merugikan
kontraktilitas yang dapat memicu serangan ulang.
Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah
aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi
kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal.
|
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Infark Miokard Akut adalah
oklusi koroner akut dengan iskemia yang
berkepanjangan
yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian
(infark) miokard.
·
Faktor resiko
infark miokard antara lain:
a. Penyakit
jantung koroner
b. Hipertensi
c. Dislipidemia
d. Diabetes
e. Gaya hidup,
seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik.
·
Berdasarkan
perbedaan gejala dan tandanya, infark miokard akut dapat
dibagi menjadi IMA
tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST. Diagnosis ditegakkan melalui
beberapa pemeriksaan:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan
fisik
c.
Elektrokardiogram: timbulnya gelombang
Q yang besar,
elevasi segmen ST dan inversi gelombang T.
d. Pemeriksaan
laboratorium: CKMB, cTn, mioglobin, Ceratinin Kinase (CK) dan Lactic dehydrogenase (LDH)
1 komentar:
Grand Victoria Casino - Mapyro
Find 광명 출장마사지 the 영주 출장마사지 best 김포 출장마사지 value on Grand Victoria 경상북도 출장마사지 Casino in 인천광역 출장안마 Victoria and other places to stay with Mapyro. Grand Victoria Casino is located in Bally's and
Posting Komentar